oleh: Mei Anjar Kumalasari
KTSP
2.1 Hakikat KTSP
Dalam
Standar Nasional Pendidikan (SNP pasal 1, Ayat 15), dijelaskan bahwa Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan
oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetensi
serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP).
Dari konsep
diatas, ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna kurikulum operasional.
Pertama, sebagai kurikulum yang bersifat operasional, maka dalam
pengembangannya, KTSP tidak akan lepas dari ketetapan-ketetapan yang telah
disusun pemerintah nasional. Artinya, walaupun daerah diberi kewenangan untuk
mengembangkan kurikulum akan tetapi kewenangan itu hanya sebatas pada
pengembangan operasionalnya saja, sedangkan yang menjadi rujukan
pengembangannya itu sendiri ditentukan oleh pemerintah, misalnya jenis mata
pelajaran beserta jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran itu
itu sendiri, serta kompetensi yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran
itu. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat 1, yang menjelaskan bahwa pengembangan
kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan
Pendidikan Nasional. Kedua, sebagai kurikulum operasional, para pengembang
KTSP, dituntut dan harus memerhatikan ciri khas kedaerahan, sesuai dengan bunyi
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Ayat 2, yakni bahwa kurikulum pada semua jenjang
dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Persoalan ini penting untuk dipahami,
akan tetapi dalam operasional pembelajarannya yang direncanakan dan dilakukan
oleh guru dan pengembang kurikulum tidak terlepas dari keadaan dan kondisi
daerah. Ketiga, sebagi kurikulum operasional, para pengembang kurikulum
didaerah memiliki keleluaasaan dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit
pelajaran, misalnya dalam mengembangkan strategi dan metode pembelajaran, dalam
menentukan media pembelajaran dalam menetukan evaluasi yang dilakukan termasuk
dalam menentukan berapa kali pertemuan dankapan suatu topic materi harus
dipelajari siswa agar kompetensi dasar yang telahditentukan dapat tercapai.
2.2 Karakteristik
KTSP
a. Dilihat dari desainnya KTSP
adalah kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu.
b. KTSP adalah kurikulum yang
berorientasi pada pengembangan individu.
c. KTSP adalah kurikulum yang
mengakses kepentingan daerah.
d. KTSP merupakan kurikulum
teknologis.
2.3 Tujuan KTSP
Secara umum
tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan
pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan.
KTSP memberikan kesempatan kepada sekolah untuk berpartisipasi aktif dalam
pengembangan kurikulum. Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah :
a.
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia.
b.
Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c.
Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas
pendidikan yang akan dicapai.
2.4 Landasan
Penyusunan KTSP
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi Permendiknas No. 23/2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan Permendiknas No. 24/2006 dan No. 6/2007 tentang
Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23/2006 Permendiknas No.41 thn 2007 tentang
Standar Proses Permendiknas No. 24 Thn 2007 tentang Standar Sarana dan
Prasarana Permendiknas No. 19 Thn 2007 tentang Standar Pengelolaan Permendiknas
No. 20 Thn 2007 standar Penilaian Pendidikan.
2.5 Prinsip-Prinsip
Pengembangan KTSP
a. Berpusat
pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan, dan Kepentingan Peserta Didik, dan
Lingkungannya
KTSP
memiliki prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pengembangan KTSP perlu
memerhatikan potensi dan kebutuhan lingkungan di mana siswa tinggal. Karena
pendidikan pada hakikatnya adalah upaya mempersiapkan anak didik agar mampu
hidup dan mengembangkan lingkungannya.
b. Beragam dan Terpadu
Pengembangan
kurikulum memerhatikan keragaman karakteristik pesertadidik, kondisi daerah,
jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap
perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status social, ekonomi dan
gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan
local, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan
dan kesinambungan yang bermakna.
c. Tanggap Terhadap Perkembangan
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
Kurikulum
dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat danisi kurikulum
memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
d. Relevan dengan Kebutuhan
Kehidupan
Pengembangan
kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan untuk menjadi
relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan
kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan
pribadi, keterampilan berfikir, keterampilan social, keterampilan akademik, dan
keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan Berkesinambungan
Substansi
kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan
mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua
jenjang pendidikan.
f. Belajar Sepanjang Hayat
Kurikulum
diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan
antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan
memerhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan selalu berkembang serta arah
pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara Kepentingan
Nasional dan Kepentingan Daerah
Kurikulum dikembangkan dengan
memerhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan
kepentingan daerah saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan moto Bhineka
Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Disamping itu, dalam
mengimplementasikan KTSP juga harus memerhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan,
diantaranya sebagai berikut :
1) Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
2) Pengembangan posisi, kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik.
3) Keragaman potensi dan karekteristik daerah dan lingkungan.
4) Tuntutan pengembangan daerah dan nasional
5) Tuntutan dunia kerja
6) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
7) Agama
8) Dinamika perkembangan global
9) Persatuan dan nilai-nilai kebangsaan
10) Kondisi social budaya masyarakat setempat
11) Kesetaraan gender
12) Karekteristik satuan pendidkan.
2.6 Strategi
Pengembangan KTSP
Terdapat beberapa strategi yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan dan pelaksanaan KTSP, terutama berkaitan
dengan sosialisasi KTSP di sekolah, menciptakan suasana yang kondusif,
mengembangkan fasilitas dan sumber belajar, membina disiplin, mmengembangkan
kemandirian kepala sekolah, mengubah paradigma (pola pikir) guru serta
memberdayakan staf.
1. Sosialisasi KTSP di Sekolah
Hal pertama yang harus diperhatikan
dalam pengembangan dan pelaksanaan KTSP adalah mensosialisasikan KTSP terhadap
seluruh warga sekolah, bahkan terhadap masyarakat dan orang tua peserta didik.
Sosialisasi bisa dilakukan langsung oleh Kepala Sekolah apabila yang
bersangkutan sudah mengenal dan cukup memahaminya. Namun demikian, jika kepala
sekolah belum begitu memahami atau masih belum mantap dengan konsep-konsep KTSP
yang akan dikembangkan, maka bisa mengundang ahlinya yang ada di masyarakat,
baikdari kalangan pemerintah, akademisi maupun dari kalangan penulis atau pengamat
pendidikan. Sosialisasi perlu dilakukan secara matang kepada berbagai pihak
agar dapatdipahami dan diterapkan secara optimal. Setelah sosialisasi, kemudian
mengadakan musyawarah anara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan dan komite
sekolah untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan dari berbagai pihak dalam
rangka menyukseskan KKTSP di sekolah.
2. Menciptakan Suasana yang Kondusif
Lingkungan sekolah yang aman, nyaman
dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah,
kesehatan sekolah serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik
(student centered activities) merupakan iklim yang dapat membangkitkan nafsu,
gairah dan semangat belajar. Iklim belajar yang kondusif harus ditunjang oleh
berbagai faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi
proses belajar,sebaliknya iklim belajar yang kurang menyenangkan akan
menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan. Karena pengembangan KTSP menggunakan
pendekatan kompetensi dan berlandaskan aktivitas serta kemampuan berpikir
peserta didik maka memerlukan ruangan yang fleksibel, serta mudah disesuaikan
dengan kebutuhan peserta didik. Luas ruangan dengan jumlah peserta didik juga
perlu diperhatikan bila dilaksanakan di ruang tertutup, sedang di ruang terbuka
perlu diperhatikan gangguan-gangguan yang datang dari lingkungan sekitar.
Sarana dan media pembelajaran juga perlu diatur dan ditata sedemikian rupa.
Iklim belajar yang kondusif, antara
lain dapat dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut :
a. menyediakan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun cepat dalam melakukan
tugas pembelajaran.
b. Memberikan pembelajaran remedial bagi para peserta didik yang kurang berprestasi
c. Mengembankan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman dan aman bagi
perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal.
d. Menciptakan kerjasama saling menghargai, baik antarpeserta didik maupun antara
peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lain.
e. Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan
pembelajaran
f. Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara peserta
didik dan guru
g. Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada
evaluasi diri sendiri.
1.
Menyiapkan sumber Belajar
Sumber
belajar yang perlu dikembangkan dalam KTSP disekolah antara lain laboratorium,
pusat sumber belajar dan perpustakaan serta tenaga pengelola yang profesional.
Sumber belajar tersebut perlu didayagunakan seoptimal mungkin, dipelihara dan
disimpan dengan sebaik-baiknya. Selain itu, kreatitifitas guru dan peserta
didik perlu senantiasa ditingkatkan. Dalam pengembangan sumber belajar, guru
disamping harus mampu membuat sendiri alat pembelajaran dan alat peraga, juga
harus berinisiatif mendayagunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber
belajar yang lebih kongkrit. Untuk kepentingan tersebut, perlu senantiasa
diupayakan peningkatan pengetahuan guru dan didorong terus untuk menjadi guru
yang kreatif dan profesional dalam pengadaan serta pendayagunaan fasilitas dan
sumber belajar secara luas untuk mengembangkan kemampuan peserta didik secara
optimal.
2.
Membina Disiplin
Membina
disiplin bertujuan untuk membantu peserta didik menemukan diri, mengatasi dan
mencegah timbulnya problem-problem disiplin serta berusaha menciptakan situasi yang
menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran sehingga mereka mentaati segala
peraturan yang ditetapkan.
Dalam
pengembangan KTSP, guru harus mampu membina disiplin peserta didik, terutama
disiplin diri (self-discipline). Guru harus mampu membantu peserta didik
mengembangkan pola prilakunya, meningkatkan standar perilakunya dan
melaksanakan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin. Pembinaan disiplin
perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional,
yakni sikap demokratis sehingga aturan disiplin perlu berpedoman pada hal
tersebut yakni dari, oleh dan untuk peserta didik. Terdapat beberapa strategi
yang dapat digunakan dalam membina disiplin di sekolah, sebagai berikut :
a. konsep
diri (self-concept); strategi ini menekankan bahwa konsep-konsep diri masing-masing
individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku.
b.
Keterampilan berkomunikasi (communication skills); guru harus memiliki kemampuan
komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaandan mendorong timbulnya
kepatuhan peserta didik.
c.
Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical consequences); perilaku-perilaku
yang salah terjadi karena peserta didik telah mengembangkan kepercayaan yang
salah terhadap dirinya. Untuk itu, guru disarankan menunjukkan secara tepat
tujuan perilaku yang salah sehingga membantu peserta didik dalam mengatasi
perilakunya.
d.
Klarifikasi nilai (values clarification) ; srtategi ini dilakukan untuk
membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai
dan membentuk sistem nilainya sendiri
e. Analisis
transaksional (transactional analysis); disarankan agar guru belajar sebagai
orang dewasa terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi
masalah.
f. Terapi
realitas (reality therapy); sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan
meningkatkan keterlibatan.
g. Disiplin
yang terintegrasi (assertive discipline); metode ini menekankan pengendalian
penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan.
5. Mengembangkan Kemandirian Kepala
Sekolah
Kepemimpinan kepala sekolah yang
efektif harus memiliki sikap mandiri, terutama dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan dan menselaraskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia.
Kemandirian dan profesionalisme kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang
dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi dan misi, tujuan serta
sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan
bertahap. Oleh karena itu,dalam pengembangan KTSP diperlukan kepala sekolah
yang mandiri, dan profesional dengan kemampuan manajemen serta kepemimpinan
yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan prakarsa untuk meningkatkan
mutu sekolah. Kemandirian kepala sekolah diperlukan, terutama untuk
memobilisasi sumberdaya sekolah dalam kaitannya dengan KTSP, pengembangan
silabus, pembelajaran pengelolaan ketenagaan, sarana dan sumber belajar,
keuangan pelayanan peserta didik, hubungan sekolah dengan masyarakat dan
penciptaan iklim sekolah.
7. Membangun Karakter Guru
Guru merupakan faktor penting yang
besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar, bahkan sangat menentukan
berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar. Demikian halnya dengan
pengembangan KTSP yang menuntut aktifitas dan kreativitas guru dalam membentuk
kompetensi pribadi peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran harus sebanyak
mungkin melibatkan peserta didik, agar mereka mampu bereksplorasi untuk
membentuk kompetensi dengan menggali potensi dan kebenaran secara ilmiah. Dalam
kerangka inilah perlunya membangun guru, agar mereka mampu menjadi fasilitator,
dan mitra belajarbagi peserta didiknya. Sehubungan dengan pengembangan KTSP,
guru perlu memperhatikan perbedaan individual peseerta didik, sehingga dalam pembelajaran
harus berusaha untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Mengurangi metode ceramah
b. Memberikan tugas yang berbeda bagi setiap peserta didik
c. Mengelompokkan peserta didik berdasarkan kemampuannya, serta disesuaikan
dengan mata pelajaran
d. Memodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran.
e. Menghubungi spesialis, bila ada peserta didik yang mempunyai kelainan
f. Menggunakan prosedur yang bervariasi dalam membuat penilaian dan laporan
g. Memahami bahwa peserta didik tidak berkembang dalam kecepatan yang sama
h. Mengembangkan situasi belajar yang memungkinkan setiap anak bekerja
dengan kemampuan masing-masing pada setiap pelajaran
i. Mengusahakan keterlibatan peserta didik dalam berbagai kegiatan
pembelajaran
Agar KTSP dapat dikembangkan secara
efektif, serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, guru perlu memiliki
hal-hal berikut :
a) Menguasai dan memahami kompetensi dasar dan hubungannya dengan
kompetensi lain dengan baik
b) Menyukai apa yang diajarkannya dan menyukai mengajar sebagai suatu
profesi
c) Memahami peserta didik, pengalaman, kemampuan dan prestasi
d) Menggunakan metoda yang bervariasi dalam mengajar dan membentuk
kompetensi peserta didik
e) Mengeliminasi bahan-bahan yang kurang penting dan kurang berarti dalam
kaitannya dengan pembentukan kompetensi
f) Mengikuti perkembangan pengetahuan mutakhir
g) Menyiapkan proses pembelajaran
h) Mendorong peserta didik untuk memperoleh hasil yang lebih baik
i) Menghubungkan pengalaman yang lalu dengan kompetensi yang akan
dikembangkan. Dalam rangka mengembangkan KTSP dan mengembangkan karakter guru yang
siap menjadi fasilitator pembelajaran sebagaimana diuraikan diatas, hendaknya
diadakan musyawarah antara kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan, pengawas
sekolah dan komite sekolah untuk membina karakter guru.
8. Memberdayakan Staf
Keberhasilan pendidikan di sekolah
sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam memberdayakan staf
yang tersedia. Dalam hal ini, peningkatan produktivitas dan prestasi kerja
dapat dilakukan dengan meningkatkan perilaku staf di sekolah melalui aplikasi
berbagai konsep danteknik manajemen personalia modern. Manajemen staf disekolah
harus ditujukan untuk memberdayakan staf secara efektif dan efisien untuk
mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan.
Sehubungan dengan itu, fungsi manajemen staf disekolah adalah menarik, mengembangkan,
menggaji dan memotivasi staf guna mencapai tujuan pendidikan secara optimal, membantu
staf mencapai posisi dan standar perilaku, memaksimalkan perkembangan karier
serta menyelaraskan tujuan individu,kelompok dan lembaga. Dalam rangka
menyukseskan implementasi KTSP secara utuh dan menyeluruh, hendaknya setiap
sekolah mampu mengembangkan berbagai potensi peserta didik secara optimal,
terutama dalam kaitannya dengan pengembangan akhlak dan moral peserta didik.
D. Acuan
Operasional Penyusunan KTSP
Acuan operasional penyusunan KTSP
sedikitnya mencakup 12 poin, yakni :
1) Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara
utuh.
2) Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan
dan kemampuan peserta didik.
3) Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
4) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
5) Tuntutan dunia kerja
6) Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan seni.
7) Agama
8) Dinamika perkembangan global
9) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
10) Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
11) Kesetaraan jender
12) Karakteristik satuan pendidikan.
Aspek-aspek diatas harus dijadikan
acuan oleh para pengembang kurikulum dalam pendidikan di sekolah masing-masing.
Meskipun demikian, para pengembang kurikulum tidak harus terpaku pada acuan
operasional diatas, tetapi mereka bisa mengembangkan dan menyesuaikan acuan
tersebut dengan situasi dan kondisi daerah, karakteristik dan kemampuan peserta
didik serta sarana dan prasarana yang tersedia.
Mengapa
KTSP?
Ada beberapa pertimbangan yang dapat
dijadikan dasar dan alasan mengapa KTSP diimplementasikan dalam pendidikan
nasional. Berikut dijabarkan beberapa alasan :
1. Dalam kaitannya dengan keanekaragaman budaya, adat, sosial, sumber daya
dan tradisi, tidak dipungkiri lagi bahwa Indonesia memiliki semuanya. KTSP hadir
sebagai sebuah langkah persiapan untuk mengoptimalkan seluruh keanekaragaman
itu. Dengan sistem desentralisasi pendidikan, sebuah institusi pendidikan
diharapkan mampu mengoptimalkan dan melestarikan keanekaragaman yang dimiliki
oleh daerahnya masing-masing.
2. Dalam setiap institusi pendidikan, permasalahan yang dihadapi tidak
hanya satu. Masalah yang ada di institusi pendidikan yang satu belum tentu
terjadi di institusi pendidikan lainnya. KTSP, yang penyusunannya langsung
dilakukan oleh pihak satuan pendidikan, diharapkan mampu menjadi sebuah
pemecahan masalah yang ada di satuan pendidikan itu sendiri. Karena yang paling
mengenal sebuah institusi pendidikan adalah institusi itu sendiri, dalam hal
ini seluruh tenaga pendidik dan kependidikan di institusi tersebut..
3. Memberikan kesempatan kepada seluruh unsur pendidikan, yaitu sekolah,
keluarga dan masyarakat untuk berperan aktif dalam memajukan suatu institusi
pendidikan. Peran komite sekolah, yang terdiri dari perwakilan orang tua dan
tokoh masyarakat setempat, diharapkan mampu memberikan kontribusi ide dan saran
yang nantinya akan dijadikan sebagai sebuah pembelajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi dan memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing.
Bagaimana
Evaluasi Penerapan KTSP?
Dari semua aspek yang telah
dipaparkan, KTSP terkesan merupakan kurikulum yang sangat tepat untuk
diterapkan di Indonesia. Namun dalam tahap pengimplementasiannya, KTSP masih
sangat jauh dari konsep yang ada. Berdasarkan data yang ada, berikut beberapa
masalah dalam implementasi KTSP :
1. Standarisasi yang masih diterapkan oleh pemerintah yaitu berupa Ujian
Nasional (UN). Jika KTSP dibuat dan dirancang sedemikian rupa oleh satuan
pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata yang ada, mengapa
pemerintah harus repot-repot mengadakan UN? Prinsip diversifikasi yang
diterapkan dalam KTSP secara jelas mencantumkan bahwa tiap satuan pendidikan
itu memiliki perbedaan. Pemerintah tidak bisa seenaknya “memukul rata” seluruh
sekolah di Indonesia untuk siap mengikuti ujian nasional.
2. Kualitas tenaga pendidik yang masih sangat kurang dalam mengakomodir
tugas KTSP secara keseluruhan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, dalam
KTSP, tenaga pendidik menjadi perancang, pelaksana dan pengevaluasi kurikulum
yang ada di sekolah tersebut. Oleh sebab itu, kompetensi yang dimiliki haruslah
mampu mengakomodir seluruh tugas tersebut. Faktanya, pelaksanaan Pendidikan
Guru serta sertifikasi yang diadakan masih belum mampu membekali guru untuk
dapat merancang sebuah kurikulum pembelajaran yang memenuhi tujuan keseluruhan
dari KTSP.
3. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah masih belum sempurna seluruhnya.
Dalam sebuah Stadium General, Prof. Dr. Tilaar pernah mengatakan bahwa hampir
ratusan guru di Sumatera Utara yang hadir saat seminar yang diisi oleh beliau
mengatakan bahwa mereka tidak mengerti bagaimana KTSP harus dirancang. Yang
mereka tahu adalah bagaimana mempersiapkan murid agar lulus ujian nasional.
Sungguh sebuah ironi, mengingat bahwa seharusnya KTSP dirancang dan dikembangkan
oleh guru, namun guru itu sendiri belum memahami sepenuhnya apa itu KTSP.
Kesempurnaan konsep yang ada pada
KTSP menjadi tidak berarti ketika pelaksanaannya masih jauh dari angan.
Kekurangan dan kelemahan yang ada pada implementasi KTSP tentunya membutuhkan
tindak lanjut dan langkah perbaikan yang harus dilakukan.
Solusi
seperti apa yang dibutuhkan?
Pada dasarnya, permasalahan
implementasi KTSP yang ada di Indonesia perlu diperbaiki, bukan langsung
diubah. Untuk itu, kami merumuskan solusi untuk setiap permasalahan yang ada.
Berikut dipaparkan solusi-solusinya:
1. Untuk permasalahan standarisasi secara nasional dengan diadakannya UN,
solusi yang kami ajukan adalah penghapusan UN. Alasannya, ketika satuan
pendidikan telah merancang dan melaksanakan KTSP serta menentukan
standar-standar kelulusan yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan satuan
pendidikan dan potensi daerahnya masing-masing, seharusnya untuk masalah sistem
evaluasi yang ditujukan sebagai standar kelulusan dilaksanakan oleh satuan
pendidikan itu juga. Jadi UN hanya sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan di
Indonesia, bukan sebagai standar kelulusan nasional.
2. Permasalahan kualitas guru, tentunya ini harus diselesaikan dengan cara
peningkatan kualitas guru. Paling tidak, seorang guru harus paham apa itu
kurikulum tingkat satuan pendidikan. Ada dua cara yang kami sarankan. Pertama
pelatihan-pelatihan untuk para guru, seperti workshop, seminar, PLPG,
Portofolio, dan lain sebagainya. Kedua, membekali para calon guru ketika masih
dalam tahapan belajar di bangku kuliah. Ada baiknya para calon guru di bangku
kuliah dibekali pengetahuan tentang kurikulum dan pengelolaan sekolah sebelum
mereka terjun langsung pada dunia pendidikan.
3. Problematika terakhir adalah sosialisasi, tetap dilakukan sosialisasi ke
seluruh Indonesia. Dengan mengubah konsep sosialisasi yang kebanyakan sudah
dijalankan. Kenapa? Karena kebanyakan sosialisasi yang dilakukan terlihat
“monoton” dengan hanya memberikan konsep-konsep saja yang mungkin bagi
kebanyakan guru membosankan dan dalam waktu 3 hari saja timbul istilah “masuk
telinga kiri keluar telinga kanan”. Masukkan cara-cara praktis dan contoh
langsung ke lapangan mungkin salah satunya dengan simulasi di dalam kelas. Lalu
setelah itu, sosialisasi tidak hanya dilakukan dengan face to face saja tetapi
beri juga ruang bagi para pendidik untuk mengeluarkan uneg-unegnya di “dunia
maya” dengan mengadakan forum atau apapun itu karena dari saran dan kritik
mereka jugalah kita dapat mengetahui apa yang perlu dibenahi dalam kurikulum.
Pada dasarnya, ketika menemukan
sebuah permasalah dalam hal apapun, sebaiknya diperbaiki, bukan diubah.
Demikian seberkas pengajuan saran untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul
dalam persoalan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
MUATAN LOKAL
2.2. Muatan Lokal
Muatan Lokal merupakan kegiatan
kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan
potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan
lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran
keterampilan. Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum
yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan
mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing
daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang
bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional
sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi kurikulum
nasional. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan
harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis
muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan
satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahawa dalam satu
tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
Lingkup isi/jenis mauatan local
dapat berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan
kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas
lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang
bersangkutan.
2.2.1 Ruang Lingkup Muatan Lokal
a. Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat
didaerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam,
lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah
adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah,
khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat
tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah
yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:
1. Melestarikan dan mengembangkan
kebudayaan daerah
2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu, sesuai
dengan keadaan perekonomian daerah
3. Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan
seharihari, dan menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih
lanjut (belajar sepanjang hayat)
4. Meningkatkan kemampuan berwirausaha.
b. Lingkup isi/jenis muatan lokal,
Lingkup isi/jenis mauatan local
dapat berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan
kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas
lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang
bersangkutan.
B. Pengembangan Muatan Lokal
dalam KTSP
Proses Pengembangan Mata Pelajaran
Muatan lokal pengembangannya sepenuhnya ditangani oleh sekolah dan komite
sekolah yang membutuhkan penanganan secara profesional dalam merencanakan,
mengelola, dan melaksanakannya. Dengan demikian di samping mendukung
pembangunan daerah dan pembangunan nasional, perencanaan, pengelolaan, maupun
pelaksanaan muatan lokal memperhatikan keseimbangan dengan kurikulum tingkat
satuan pendidikan. Penanganan secara profesional muatan lokal merupakan tanggung
jawab pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu sekolah dan komite sekolah.
II.
PENGEMBANGAN MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL
Pemberlakuan KTSP membawa implikasi bagi sekolah
dalam melaksanakan KBM sejumlah mata pelajaran, dimana hampir semua mata pelajaran
sudah memiliki Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk masing-masing pelajaran.
Sedangkan untuk Mata Pelajaran Muatan Lokal yang merupakan kegiatan kurikuler
yang harus diajarkan di kelas tidak mempunyai Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasarnya. Hal ini membuat kendala bagi sekolah untuk menerapkan Mata Pelajaran
Muatan Lokal. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata
pelajaran Muatan Lokal bukanlah pekerjaan yang mudah, karena harus dipersiapkan
berbagai hal untuk dapat mengembangkan Mata Pelajaran Muatan Lokal.
Ada dua pola pengembangan Mata Pelajaran Muatan
Lokal dalam rangka menghadapi pelaksanaan KTSP. Pola tersebut adalah:
A.
PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL SESUAI DENGAN KONDISI SEKOLAH SAAT INI
Langkah dalam pengembangan Mata Pelajaran Muatan
Lokal bagi sekolah yang memang tidak mampu mengembangkannya, langkah tersebut
adalah:
1.
Analisis Mata Pelajaran Muatan Lokal yang ada di sekolah. Apakah masih layak
dan relevan Mata Pelajaran Muatan Lokal diterapkan di Sekolah?
2.
Bila Mata Pelajaran Muatan Lokal yang diterapkan di sekolah tersebut masih
layak digunakan maka kegiatan berikutnya adalah merubah Mata Pelajaran Muatan
Lokal tersebut ke dalam SK dan KD
3.
Bila Mata Pelajaran Muatan Lokal yang ada tidak layak lagi untuk diterapkan,
maka sekolah bisa menggunakan Mata Pelajaran Muatan Lokal dari sekolah lain
atau tetap menggunakan Mata Pelajaran Muatan Lokal yang ditawarkan oleh Dinas
atau mengembangkan muatan lokal yang lebih sesuai.
B.
PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL DALAM KTSP
1.
Proses Pengembangan
Mata Pelajaran Muatan lokal pengembangannya
sepenuhnya ditangani oleh sekolah dan komite sekolah yang membutuhkan
penanganan secara profesional dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakannya.
Dengan demikian di samping mendukung pembangunan daerah dan pembangunan
nasional, perencanaan, pengelolaan, maupun pelaksanaan muatan lokal
memperhatikan keseimbangan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Penanganan
secara profesional muatan lokal merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholders)
yaitu sekolah dan komite sekolah.
Pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal oleh
sekolah dan komite sekolah dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a.
Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah
b.
Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal
c.
Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal
d.
Menentukan Mata Pelajaran Muatan Lokal
e.
Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta silabus, dengan
mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP
Lebih
lanjut dijelaskan sebagai berikut:
a.
Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah
Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata
berbagai keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Data tersebut dapat
diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah yang bersangkutan seperti
Pemda/Bappeda, Instansi vertikal terkait, Perguruan Tinggi, dan dunia
usaha/industri. Keadaan daerah seperti telah disebutkan di atas dapat ditinjau
dari potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi,
budaya, dan kekayaan alam. Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari:
1)
Rencana pembangunan daerah bersangkutan termasuk prioritas pembangunan daerah,
baik pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan berkelanjutan
(sustainable development);
2)
Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis kemampuan-kemampuan dan
keterampilan-keterampilan yang diperlukan;
3)
Aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya, serta
konservasi alam dan pemberdayaannya
b.
Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal
Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di
atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat
mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah, antara lain untuk:
1)
Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah;
2)
Meningkatkan keterampilan di bidang pekerjaan tertentu;
3)
Meningkatkan kemampuan berwiraswasta;
4)
Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari;
c.
Menentukan bahan kajian muatan lokal
Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan
mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian
sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan sekolah.
Penentuan
bahan kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:
1)
Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik;
2)
Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan;
3)
Tersedianya sarana dan prasarana
4)
Tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa
5)
Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan
6)
Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di sekolah;
7) Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri sesuai
dengan kondisi dan situasi daerah.
d.
Menentukan Mata Pelajaran Muatan Lokal
Berdasarkan bahan kajian muatan lokal tersebut dapat
ditentukan kegiatan pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran ini pada dasarnya
dirancang agar bahan kajian muatan lokal dapat memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan
yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan
yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta
pembangunan nasional.
Kegiatan ini berupa kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan
prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak
dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Serangkaian kegiatan
pembelajaran yang sudah ditentukan oleh sekolah dan komite sekolah kemudian ditetapkan
oleh sekolah dan komite sekolah untuk dijadikan nama mata pelajaran muatan
lokal. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
e.
Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta silabus, dengan
mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP.
1)
Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar adalah langkah awal dalam
membuat mata pelajaran muatan lokal agar dapat dilaksanakan di sekolah. Adapun
langkah-langkah dalam mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar
adalah sebagai berikut:
a)
Pengembangan Standar Kompetensi
Standar kompetensi adalah menentukan kompetensi yang
didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan.
b)
Pengembangan Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai
siswa. Penentuan ini dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli
dari instansi lain yang sesuai.
2)
Pengembangan silabus secara umum mencakup:
a)
Mengembangkan indikator
b)
Mengidentifikasi materi pembelajaran
c)
Mengembangkan kegiatan pembelajaran
d)
Pengalokasian waktu
e)
Pengembangan penilaian
f)
Menentukan Sumber Belajar
Langkah-langkah
tersebut dapat mengacu pada penyusunan silabus mata pelajaran.
Sekolah yang mampu mengembangkan SK dan KD beserta
silabus dan RPP-nya
dapat melaksanakan Mulok.
Bila
belum mampu,
dapat melaksanakan Mulok berdasarkan
kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh sekolah, atau dapat meminta bantuan
kepada sekolah lain
yang masih dalam satu daerah. Bila beberapa sekolah dalam satu daerah belum
mampu mengembangkan SK dan KD
Mulok, dapat
meminta bantuan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah setempat, atau meminta bantuan
dari LPMP di propinsi.
2.
Pihak yang Teribat dalam Pengembangan
Sekolah dan komite sekolah mempunyai wewenang penuh
dalam mengembangkan program muatan lokal. Bila dirasa tidak mempunyai SDM dalam
mengembangkan sekolah dan komite sekolah dapat bekerjasama dengan dengan
unsur-unsur Depdiknas seperti Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah, Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi dan instansi/lembaga di
luar Depdiknas, misalnya pemerintah Daerah/Bapeda, Dinas Departemen lain
terkait, dunia usaha/industri, tokoh masyarakat.
Peran,
tugas dan tanggung jawab TPK secara umum adalah sebagai berikut:
a.
Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing;
b.
Menentukan komposisi atau susunan jenis muatan lokal;
c.
Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
daerah masing-masing;
d.
Menentukan prioritas bahan kajian muatan lokal yang akan dilaksanakan;
e.
Mengembangkan silabus muatan lokal dan perangkat kurikulum muatan lokal
lainnya, yang dilakukan bersama sekolah, mengacu pada Standar Isi yang
ditetapkan oleh BSNP
Peran
Perguruan Tinggi dan LPMP antara lain memberikan bimbingan dan bantuan teknis
dalam:
a.
Mengidentifikasi dan menjabarkan keadaan, potensi, dan kebutuhan lingkungan ke
dalam komposisi jenis muatan lokal;
b.
Menentukan lingkup masing-masing bahan kajian/pelajaran;
c.
Menentukan metode pengajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta
didik dan jenis bahan kajian/pelajaran
Peran
instansi/lembaga di luar Depdiknas secara umum adalah:
a.
Memberikan informasi mengenai potensi daerah yang meliputi aspek sosial,
ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia yang ada di daerah yang
bersangkutan, serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang
dikaitkan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan;
b.
Memberikan gambaran mengenai kemampuan-kemampuan dan keterampilan yang
diperlukan pada sektor-sektor tertentu;
c.
Memberikan sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan tenaga dalam menentukan
prioritas muatan lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat.
Untuk mengetahui muatan lokal yang ada dapat
dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai keadaan dan kebutuhan daerah yang
bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di
daerah yang bersangkutan seperti Pemda/Bappeda, Instansi vertikal terkait,
Perguruan Tinggi, dan dunia usaha/industri. Muatan Lokal dapat ditinjau dari
potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya,
dan kekayaan alam. Sekolah yang akan menerapkan muatan lokal dapat koordinasi
dengan instansi terkait yang ada dipemerintah daerah,misalnya sekolah yang akan
memberlakukan muatan lokal perikanan koordinasi dengan dinas perikanan, sekolah
yang akan memberlakukan teknik grabah atau seni membatik dapat koordinasi
denagan dinas perindustrian, koordinasi yang dilaksanakan untuk mengembangkan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP).
Bila Mata Pelajaran Muatan Lokal yang ada tidak
layak lagi untuk diterapkan, maka sekolah bisa menggunakan Mata Pelajaran
Muatan Lokal dari sekolah lain atau tetap menggunakan Mata Pelajaran Muatan
Lokal yang ditawarkan oleh Dinas atau mengembangkan muatan lokal yang lebih
sesuai.
3.
Rambu-rambu
Berikut
ini rambu-rambu untuk diperhatikan dalam pelaksanaan muatan lokal.
a.
Sekolah yang mampu mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
beserta silabusnya dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila
sekolah belum mampu mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar beserta
silabusnya sekolah dapat melaksanakan muatan lokal berdasarkan
kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh sekolah, atau dapat meminta bantuan
kepada sekolah yang terdekat yang masih dalam satu daerahnya. Bila beberapa
sekolah dalam satu daerah belum mampu mengembangkan dapat meminta bantuan TPK
daerah, atau meminta bantuan dari LPMP di propinsinya.
b.
Bahan kajian hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang
mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial
peserta didik. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diatur sedemikian rupa
agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak mengganggu penguasaan pada
kurikulum nasional. Oleh karena itu dalam pelaksanaan muatan lokal dihindarkan
adanya pekerjaan rumah (PR).
c.
Program pengajaran hendaknya dikembangkan dengan melihat kedekatan dengan
peserta didik yang meliputi dekat secara fisik dan secara psikis. Dekat secara
fisik maksudnya terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta
didik, sedangkan dekat secara psikis maksudnya bahwa bahan kajian tersebut mudah
dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencernakan informasi sesuai dengan
usianya. Untuk itu, bahan pengajaran hendaknya disusun berdasarkan prinsip
belajar yaitu: (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (2)
dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (3) dari pengalaman
lama ke pengalaman baru; (4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit.
Selain itu bahan kajian/pelajaran hendaknya bermakna bagi peserta didik yaitu
bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
d.
Bahan kajian/pelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih
metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber. Dalam kaitan
dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat mengembangkan sumber belajar yang
sesuai dengan memanfaatkan potensi di lingkungan sekolah, misalnya dengan
memanfaatkan tanah/kebun sekolah, meminta bantuan dari instansi terkait atau
dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu
guru hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta
didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.
e.
Bahan kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu
kepada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta
didik. Namun demikian bahan kajian muatan lokal tertentu tidak harus secara
terus-menerus diajarkan mulai dari kelas I s.d VI atau dari kelas VII s.d IX,
dan X s.d XII. Bahan kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya
dalam jangka waktu satu semester, dua semester atau satu tahun ajaran.
f.
Alokasi waktu untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan
jumlah minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester.
4.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Contoh:
Mata
Pelajaran : Karawitan
Kelas
: IV
Semester
: 1
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
1.
Menabuh gamelan intro lagu
|
1.
Menabuh saron
2.
Menabuh demung
3.
Menabuh bonang
4.
Menabuh jenglong
5.
Menabuh goong
6.
Menabuh bersama-sama
|
2.
Menabuh gamelan iringan lagu
|
1.
Menabuh saron satu
2.
Menabuh saron dua
3.
Menabuh bonang
4.
Menabuh demung
5.
Menabuh jenglong
6.
Menabuh goong
7.
Menabuh gamelan bersama-sama
|
3.
Menabuh gamelan intro lagu dan iringan lagu
|
1.
Menabuh gamelan intro lagu bersama sesuai berdasarkan kelompok masing-masing
2.
Menabuh gamelan iringan lagu bersama berdasarkan kelompoknya
|
5.
Silabus
Komponen
silabus minimal memuat:
a).
identitas sekolah,
b).
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar,
c).
Materi Pembelajaran,
d).
Indikator,
e).
Kegiatan Pembelajaran,
f).
Alokasi waktu,
g).
Penilaian, dan
h).
Sumber Belajar
Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam
rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti
oleh masing-masing guru. Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara
berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar,
evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembelajaran.
6.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Setelah silabus selesai dibuat, maka guru perlu
merencanakan pelaksanaan pembelajaran untuk satu kali tatap muka. Adapun komponen
dari RPP minimal memuat:
a).
Tujuan pembelajaran,
b).
Indikator,
c).
Materi Ajar/Pembelajaran,
d).
Kegiatan Pembelajaran,
e).
Metode Pengajaran,
f).
Sumber Belajar
7.
Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik
dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan
non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran
sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan
portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam penilaian.
a.
Penilaian diarahkan untuk mengukur
pencapaian kompetensi.
b.
Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan
peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan
posisi seseorang terhadap kelompoknya.
c.
Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan.
Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis
untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta
untuk mengetahui kesulitan siswa.
d.
Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa
perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik
yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program
pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
e.
Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh
dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan
tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses
(keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan
observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas. Jakarta
Anonim,
2008. Permendiknas No.19 Tahun 2008 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Depdiknas. Jakarta
Anonim, 2010.
Buku Pedoman Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL). Depdiknas.
Jakarta.
Curtis R.
Finch and John R. Crunkilton. (1979) Curriculum Development in Vocational
and Technical Education. Boston, London, Sydney:
Allyn and Bacon, Inc.
Depdiknas. 2006. MODEL MATA
PELAJARAN MUATAN LOKAL. JAKARTA: DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
Ralph C.
Wenrich and J. William Wenrich. Leadership in administration of vocational
and technical education. Charles E Merrill Publishing Company A Bell
& Howell Company Columbus, Ohio.