I will fly trough the sky
I will shine like the sun
beautiful like the color over the rainbow
A. DEFINISI KLAUSA
Klausa adalah satuan
gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di bawah kalimat, berupa
kelompok kata yang sekurang-kurangnyaterdiri atas subjek dan predikat, dan
berpotensi untuk menjadi kalimat (Kiridalaksana, 1993:110). Dikatakan mempunyai
potensi untuk menjadi kalimat karena meskipun bukan kalimat, dalam banyak hal
klausa tidak berbeda dengan kalimat, kecuali dalam hal belum adanya intonasi
akhir atau tanda baca yang menjadi ciri kalimat.
Klausa adalah
satuan sintaksis yang bersifat predikatif. Artinya, didalam satuan atau
konstruksi itu terdapat sebuah predikat, bila dalam satuan itu tidak terdapat
predikat, maka satuan itu bukan sebuah klausa (Chaer,2009:150).
Klausa
merupakan satuan gramatik yang terdiri
atas subjek dan predikat, baik disertai objek, pelengkap, dan keterangan maupun
tidak (Ramlan melalui Sukini, 2010:41). Sedangkan Cook melalui Tarigan
(2009:76) memberikan batasan bahwa klausa adalah kelompok kata yang hanya
mengandung satu predikat. Dengan ringkas, klausa ialah S P (O) (PEL) (KET).
Tanda kurung menandakan bahwa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka,
artinya boleh ada, boleh juga tidak ada (Sukini,
2010:41-42).
Ramlan
melalui Tarigan (2009: 43) menjelaskan bahwa klausa ialah bentuk linguistik
yang terdiri dari subjek dan predikat.
Menurut
pendapat Arifin (2008:34) klausa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan
kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Klausa atau
gabungan kata itu berpotensi menjadi kalimat.
Istilah
klausa dipakai untuk merujuk pada deretan kata yang paling tidak memiliki
subjek dan predikat, tetapi belum memiliki intonasi atau tanda baca tertentu.
Istilah kalimat juga mengandung unsur paling tidak memiliki subjek dan
predikat, tetapi sudah dibubuhi intonasi
atau tanda baca tertentu. (Alwi,
2003:39).
B. CIRI-CIRI KLAUSA
Adapun ciri-ciri klausa adalah
sebagai berikut: (1) dalam klausa terdapat satu predikat, tidak lebih dan tidak
kurang; (2) klausa dapat menjadi kalimat jika kepadanya dikenai intonasi final;
(3) dalam kalimat plural, klausa merupakan bagian dari kalimat; (4) klausa
dapat diperluas dengan menambahkan atribut fungsi-fungsi yang belum terdapat
dalam klausa tersebut; selain dengan penambahan konstituen atribut pada salah
satu atau setiap fungsi sintaktis yang ada.
C. JENIS KLAUSA
Ada tiga dasar yang dapat digunakan
untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu adalah (1) Klasifikasi klausa
berdasarkan struktur internnya (BSI), (2) Klasifikasi klausa berdasarkan ada
tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P (BUN), (3) Klasifikasi klausa
berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P (BKF), (4) klasifikasi
klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat, dan (5) klasifikasi
klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat.
Berikut hasil klasifikasinya:
1)
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.
Klasifikasi klausa berdasarkan
struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan
P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S, sedangkan
P sebagai unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar itu, maka hasil
klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya, berikut klasifikasinya:
a) Klausa Lengkap
Klausa lengkap ialah klausa yang
semua unsur intinya hadir. Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan
S dan P menjadi :
(1) Klausa versi, yaitu
klausa yang S-nya mendahului P. Contoh :
Kondisinya masih kritis.
Gedung itu sangat tinggi.
Sekolah itu masih rusak.
(2) Klausa inversi,
yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh :
Masih kritis kondisinya.
Sangat tinggi gedung itu.
Masih rusak sekolah itu.
b) Klausa Tidak Lengkap
Klausa tidak lengkap yaitu klausa
yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam klausa ini yang hadir
hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain dihilangkan.
Klausa tak lengkap atau dalam
istilah Verhaar (1999:279) klausa buntung merupakan klausa yang unsure
internalnya tidak lengkap karena di dalamnya tidak terdapat unsur S dan hanya
terdapat unsur P, baik disertai maupun tidak disertai unsur P, Pel, dan Ket.
Misalnya :
(3) terpaksa berhenti bekerja di
perusahaan itu
Klausa (3) bisa berubah menjadi klausa lengkap jika di
sebelah kirinya ditambah S, misalnya ditambah frasa istri saya sehingga
menjadi (3) Istri saya terpaksa berhenti bekerja di perusahaan itu.
2). Klasifikasi Klausa Berdasarkan Distribusinya
Berdasarkan distribusi unitnya, klausa diklasifikasikan
atas klausa bebas, dan klausa terikat (Cook melalui Tarigan ,2009: 76).
Sedangkan
menurut Arifin (2008: 34), berdasarkan distribusi satuannya, klausa dapat
dibagi menjadi klausa bebas dan klausa terikat.
2.1 Klausa Bebas
Klausa
Bebas adalah klausa yang mampu berdiri sendiri sebagai kalimat sempurna, tidak
menjadi bagian yang terikat pada klausa yang lain (Sukini, 2010:44).
Klausa bebas
dalam kalimat majemuk subordinatif disebut klausa atasan, dan klausa terikat
disebut klausa bawahan (Chaer,2009:161). Disebut klausa bebas jika unsur-unsur
fungsinya lengkap dan jika diberi intonasi final dapat menjadi kalimat.
Sedangkan klausa terikat unsur-unsur
fungsinya tidak lengkap.
Arifin
(2008: 34) mengatakan bahwa klausa bebas adalah klausa yang berpotensi menjadi
kalimat lengkap.
Contoh :
a. mari bernyanyi
b. Universitas PGRI
memperhatikan minat mahasiswa
c. jangan
bersuara
d. ayah membuat
layang-layang
e. saya akan
datang
Contoh klausa bebas dalam kalimat:
a.
Anak itu badannya panas, tetapi kakinya
sangat dingin.
b.
Dosen kita itu rumahnya di jalan Ambarawa.
c.
Semua orang mengatakan bahwa dialah yang
bersalah.
2.2 Klausa Terikat
Klausa terikat
adalah klausa yang tidak mampu berdiri sendiri sebagai kalimat sempurna,
dan menjadi bagian yang terikat dari
konstruksi yang lain (Sukini,
2010:44).
Cook melalui
Tarigan (2009: 52) menjelaskan bahwa Klausa terikat adalah klausa yang tidak dapat
berdiri sendiri sebagai kalimat sempurna; hanya mempunyai potensi sebagai
kalimat tak sempurna.
Arifin (2008:
34) mengatakan bahwa klausa terikat adalah klausa yang tidak berpotensi menjadi
kalimat lengkap, tetapi hanya berpotensi menjadi kalimat minor.
Dari ketiga
pendapat tersebut yang menjadi kesepakatan dalam batasan klausa terikat adalah
potensinya tidak akan menjadi kalimat sempurna dan tidak dapat berdiri sendiri.
Contoh :
a. meskipun
telah mengumpulkan makalah...
b. jika
hanya menyalin...
c. biarpun
kecil...
d. karena
hari sudah malam...
e.
...kalau diundang
Contoh klausa terikat dalam kalimat:
a.
Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum.
b.
Semua tersangkan diinterograsi, kecuali dia.
c.
Ariel tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari
orang tuanya.
3). Klasifikasi
Klausa Berdasarkan Ada Tidaknya Unsur
Negasi pada Predikat
Berdasarkan ada tidaknya unsur negasi pada predikat,
klausa diklasifikasikan atas klausa positif, dan klausa negatif (Ramlan melalui
Sukini, 2010:45).
3.1 Klausa
Positif
Klausa positif
ialah klausa yang tidak memiliki kata negasi/pengingkaran pada fungsi
Predikat.
Contoh:
a. Mereka diliputi oleh
perasaan senang
b. Mertua itu sudah dianggap
sebagai ibunya
c. Pak ketua hadir hari ini
d. LILI seorang penari
e. Orang tuanya masih ada
f. Yang dicari hanya dia
g. Bambang seorang pesepak bola
tersohor.
h. Anak itu mengerjakan PR.
i. Mereka pergi ke toko.
3.2 Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang
predikatnya memiliki unsur negasi. Unsur negasi adalah unsur yang mengandung
pengingkaran, seperti kata tidak, tak, bukan, tiada, belum, dan jangan.
Contoh :
Bambang bukan seorang pesepak
bola tersohor.
Anak itu belum mengerjakan
PR.
Mereka tidak pergi ke toko.
Kata negasi yang terletak di depan P
secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara sematik belum tentu menegatifkan
P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya, memang secara gramatik dan
secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa Dia tidak mengambil
pisau, kata negasi itu secara sematik bisa menegatifkan P dan bisa
menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan ‘Dia tidak mengambil sesuatu apapun’,
maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam klausa Dia tidak
mengambil pisau, melainkan sendok.
Contoh lain:
a. orang tuanya
sudah tiada
b. yang dicari bukan dia
c. pak ketua tidak
hadir hari ini
d. tak seorangpun yang mau
e. mertua itu
masih belum dianggap sebagai ibunya
f. mereka
bertanding tanpa pelatih
4). Klasifikasi
Klausa Berdasarkan Kategori Pengisi
Fungsi Predikat
Berdasarkan kategori pengisi fungsi predikat, klausa
diklasifikasikan atas klausa verbal, dan klausa nonverbal (Cook melalui
Tarigan, 2009:76).
Sedangkan
menurut Arifin (2008: 38), berdasarkan strukturnya, klausa dapat dibedakan
menjadi klausa verbal dan klausa nonverbal.
Menurut Chaer
(2009: 151), berdasarkan kategori
pengisi fungsi P dapat dibedakan adaanya: klausa verbal, klausa nominal, klausa
ajektifal, klausa preposisional, klausa numeral.
Dalam
pembahasan ini klasifikasi klausa berdasarkan
kategori pengisi fungsi predikat terdiri dari klausa verbal dan klausa
nonverbal. Klausa verbal terbagi menjadi klausa transitif dan klausa intransitif. Klausa transitif
berdasarkan hubungan aktor aksi,diklasifikasikan menjadi klausa aktif, klausa
pasif, klausa medial dan klausa resiprokal. Klausa nonverbal terdiri atas klausa nominal, adjektival, numeral, dan
preposisional.
4.1 Klausa Verbal
Klausa Verbal
adalah klausa yang predikatnya berkategori kata kerja (Sukini, 2010:46). Klausa Verbal adalah klausa yang berpredikat verbal
(Tarigan, 2009:77).
Arifin (2008:
38) mengatakan bahwa klausa verbal adalah klausa yang predikatnya verba. Jadi klausa verbal memiliki predikat yang berupa kata kerja.
Contoh:
a. petani mengerjakan sawahnya dengan
tekun
b. dengan rajin, bapak guru memeriksa karangan murid
c. mereka memancing di sungai
d. kita
menyanyi bersama
e. adik menangis
f. kami bermain bola
Berdasarkan
struktur internalnya, klausa verbal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu klausa
transitif dan klausa intransitif (Tarigan, 2009:77).
Menurut Arifin
(2008: 38), klausa verbal terdiri atas klausa verbal aktif transitif dan klausa
verbal aktif tak transitif.
4.1.1 Klausa
Transitif
Klausa transitif adalah klausa yang mengandung kata kerja
transitif, yaitu kata kerja yang menghendaki hadirnya objek(Sukini, 2010:46).
Menurut
(Tarigan, 2009:44), Klausa transitif
adalah klausa yang mengandung kata kerja transitif, yaitu kata kerja
yang mempunyai kapasitas memiliki satu atau lebih obyek.
Contoh:
a. Rudi mengagumi Yuli
b. ayah membelikan adik sepatu roda
Klausa transitif
jika dilihat dari hubungan aktor aksi, dapat pula diklasifikasikan
menjadi klausa aktif, klausa pasif, klausa medial dan klausa resiprokal (Tarigan, 2009:77).
Selanjutnya (Tarigan, 2009:77)
menjelaskan dan memberi contoh:
a) Klausa
Aktif
Klausa aktif adalah klausa yang subyeknya berperan sebagai
pelaku atau aktor.
Arifin (2008:38) menjelaskan bahwa
klausa aktif transitif adalah klausa yang predikat verbalnya mempunyai sasaran
dan/ atau mempunyai objek. Verba yang menjadi predikatnya berimbuhan meng-,
meng-/-I, atau meng-/-kan.
Contoh:
a. Ayah melihat
saya menulis surat
b. saya melarang kamu
mencangkul kebun itu
c. ibu menyuruh
dia memanggil nenek
d. siapa menyaksikan ibu
makan nasi itu
e. dokter
menganjurkan ayah minum kopi
f. bibi menjual
makanan
g. aku mengirimkan surat
h. anak-anak memetiki
mangga
b) Klausa
Pasif
Klausa pasif adalah klausa yang
subyeknya berperan sebagai penderita. Arifin (2008:39) menjelaskan bahwa klausa
verbal pasif adalah klausa yang menunjukkan bahwa subjek dikenai pekerjaan atau
sasaran perbuatan seperti yang disebutkan dalam predikat verbalnya. Verba yang
menjadi predikatnya berimbuhan di-,ter-, atau ber-/-an, atau diawali kata kena.
Contoh:
a. ayah tahu benar surat itu kutulis
b. saya tidak mau tahu kebun itu kau cangkul
c. kenapa kamu melarang nenek dipanggil oleh adik
d. semua tahu
nasi itu di makan ibu
e. saya melihat sendiri kopi itu diminum oleh ayah
f. kurban ditembak kami kehujanan
g.kakak bercukur kurban tertembak
h.melarikan diri
i. menghindarkan diri
j. melepaskan diri
c) Klausa
Medial
Klausa medial adalah klausa yang subyeknya berperan
baik sebagai pelaku maupun penderita.
Contoh:
a. dia menghibur hatinya
b. dia menyiksa dirinya
c. kamu menyusahkan dirimu melulu
d. aku menusuk jariku
e. aku merenungi nasibku
f. aku menenangkan pikiranku
g. si Ani mengamati wajahnya sendiri
d) Klausa
Resiprokal
Klausa Resiprokal atau klausa refleksif adalah klausa yang
subyek dan obyeknya melakukan perbuatan yang berbalas-balasan (Tarigan,2009: 49).
Contoh:
a. Saya tidak suka kalau kalian baku hantam
dengan mereka
b. Ayah menganjurkan agar kami saling mengasihi
dengan saudara
c. Paman menyuruh saya bersalam-salaman dengan
tamu
d. Tetangga, sering mendengar Mak Ali saling caci
dengan Mak Ina
e. Dalam Koran dapat dibaca bahwa baku serang
antara Palestina dengan Israel sudah mereda
2.1.2 Klausa Intransitif
Klausa Intransitif
adalah klausa yang predikat verbalnya
tidak memerlukan kehadiran objek
(Sukini, 2010:47).
Cook melalui Tarigan (2009: 49)
menjelaskan bahwa klausa intransitif
adalah klausa yang mengandung kata kerja intransitif, yaitu kata kerja
yang tidak memerlukan obyek.
Contoh:
a. para siswa berbaris di lapangan
b. matahari terbit di timur
c. ayah pergi ke sawah
d. ibu tinggal di rumah
e. adik bermain-main di pekarangan
f. nenek tidur di kamar
g. kakek duduk di kursi
2.5.2 Klausa
Nonverbal
Klausa
nonverbal adalah klausa yang predikatnya berkategori selain kata kerja. Unsur
pengisi fungsi P yang tidak berkategori verbal, antara lain nominal,
adjektival, numeral, dan preposisional (Sukini, 2010:46).
Sementara
itu Tarigan (2009:50) memberikan batasan bahwa klausa nonverbal adalah
klausa yang berpredikat nomina, ajektif, atau adverbia.
Klausa nonverbal ini dapat pula dibagi atas: klausa statif dan klausa
ekuasional.
2.5.2.1 Klausa nominal
Klausa nominal adalah klausa yang
predikatnya berkategori kata benda.
Elson dan Pickett melalui Tarigan
(2009: 51) mengatakan bahwa klausa ekuasional adalah klausa yang berpredikat
nomina.
Contoh:
a. saudaranya guru
b. yang dibeli orang itu sepeda
c. nenekku dukun
d. pamannya pedagang
e. adiknya dokter
f. atap rumah itu daun rumbia
g. isteriku guru
2.5.2.2 Klausa Adjektival
Klausa adjektival adalah klausa
yang predikatnya berkategori kata keadaan.
Elson dan Pickett melalui Tarigan
(2009: 51) mengatakan bahwa klausa statif adalah klausa yang berpredikat
ajektif atau yang dapat disamakan dengan ajektif.
Chaer (2009: 158) mengatakan
bahwa klausa ajektifal memiliki fungsi wajib S dan P. Klausa ajektifal dapat
disusun dari fungsi S yang berkategori N dan fungsi P yang berkategori A.
Contoh:
a. harga buku sangat mahal
b. udaranya panas sekali
c. anak itu pintar
d. neneknya kaya
e. mereka capek
2.5.2.3 Klausa Numeral
Klausa numeral adalah klausa yang
predikatnya berkategori kata bilangan.
Chaer (2009: 160) mengatakan
bahwa klausa numeral adalah klausa yang fungsi P nya diisi oleh frase numeral.
Contoh:
a. roda truk itu enam
b. kerbau petani itu dua ekor
c. gajinya dua juta sebulan
d. uangnya seratus ribu rupiah
e. anak pak Amat lima orang
f. mobil pejabat itu empat buah
g. luas kebunnya seribu meter
Klausa numeral lazim digunakan
bahasa ragam lisan dan ragam bahasa nonformal. Dalam ragam formal fungsi P akan
diisi oleh sebuah verba; dan frase numeral berubah fungsi menjadi keterangan.
Contoh:
a. roda truk itu ada enam
b. kerbau petani itu hanya dua ekor
c. gajinya ada dua juta sebulan
d. uangnya sebesar seratus ribu rupiah
e. anak pak Amat berjumlah lima orang
f. mobil pejabat itu ada empat buah
g. luas kebunnya mencapai seribu meter
2.5.2.4 Klausa Preposisional
Klausa preposisional adalah
klausa yang predikatnya berkategori kata depan.
Chaer (2009: 159) mengatakan
bahwa klausa preposisional adalah klausa yang fungsi P nya diisi oleh frase
preposisional.
Contoh:
a. pegawai itu ke kantor setiap hari
b. kakak di kampus
c. ibu dan ayah ke pasar
d. mereka dari Medan
e. ayah dan kakek di kampung
f. uangnya di bank
g. berangkatnya dari rumah
Klausa
preposisional ini lazim digunakan dalam bahasa ragam lesan dan ragam bahasa
nonformal. Dalam ragam formal fungsi P akan diisi oleh sebuah verba; dan frase preposisinya berubah fungsi
menjadi keterangan.
Contoh:
a. pegawai itu pergi ke kantor setiap
hari
b. kakak ada di kampus
c. ibu dan ayah berangkat ke pasar
d. mereka ampon dari Medan
e. ayah dan kakek berada di ampong
f. uangnya disimpan
di bank
g. berangkatnya berawal dari rumah
5). Klasifikasi
Klausa Berdasarkan Fungsi
Berdasarkan fungsinya, klausa
ternyata dapat menduduki fungsi subjek, objek, keterangan, dan pelengkap
(Arifin, 2008: 34).
5.1 Subjek
Arifin (2008: 35) menjelaskan dan
memberi contoh bahwasanya subjek adalah bagian klausa yang berwujud nomina atau
frase nominal yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicara (penulis). Di
dalam bahasa Indonesia, subjek biasanya mendahului predikat.
contoh:
a. berlibur kami sekeluarga
b. berenang itu menyehatkan
Kedua
klausa itu disebut klausa inti karena terdiri atas subjek (kami sekeluarga,
berenang itu)serta predikat (berlibur, menyehatkan). Kedua klausa itu dapat
menjadi inti kalimat, yang bagian-bagiannya juga tetap menduduki fungsi subjek
dan predikat, seperti:
a. Kami sekeluarga bulan yang
lalu berlibur di Bali.
b. Berenang itu ternyata dapat
turut menyehatkan fisik dan mental.
5.2 Objek
Objek adalah bagian klausa yang
berwujud nomina atau frase nominal yang melengkapi verba transitif. Objek
dikenai perbuatan yang disebutkan dalam predikat verbal. Objek dapat dibagi
menjadi objek langsung dan objek tak langsung.
Objek
langsung adalah objek yang langsung dikenai perbuatan yang disebutkan dalam
predikat verbal; objek tak langsung adalah objek yang menjadi penerima atau
diuntungkan oleh perbuatan yang terdapat dalam predikat verbal.
Contoh:
a. bibi sedang menanak nasi
b. ibu membawa minuman
Nasi pada contoh diatas merupakan
objek bagi verba menanak dan minuman menjadi objek bagi verba membawa.
Contoh objek taklangsung:
a. bibi sedang menanakkan nasi
untuk kita semua
b. ibu membawakan minuman untuk
Ayah
Kita semua objek taklangsung bagi verba
menanakkan, sedangkan untuk Ayah objek
taklangsung bagi verba membawakan.
5.3 Klausa
Keterangan
Arifin (2008: 36-37) menjelaskan dan memberi contoh bahwasanya klausa
keterangan adalah klausa yang menjadi bagian luar inti, yang berfungsi
meluaskan atau membatasi makna subjek atau makna predikat.
Contoh:
a. keterangan akibat: penjahat
itu dihukum mati
b. keterangan sebab: karena sakit, ia tidak jadi ikut
c. keterangan jumlah: bagai
pinang dibelah dua
d. keterangan alat: dinaikkan
dengan mesin pengangkat
e. keterangan cara: diterima dengan baik, disetujui dengan musyawarah
f. keterangan kualitas: berlari
bagai kilat, menggelegar seperti guntur
g. keterangan modalitas: tidak mungkin itu terjadi, mustahil ia berbohong
h. keterangan pewatas: keterangan
lebih lanjut, diceritakan lebih detail
i. keterangan subjek: guru yang baik, rumah yang bersih, anak yang rajin
j. keterangan syarat: tolonglah kalau kau bisa, angkatlah jika kuat
k. keterangan objek: mencari
pengusaha yang jujur, menjadi isteri
yang baik
l. keterangan tujuan: bekerja untuk hidup, makan demi kesehatan
m. keterangan tempat: datang dari Barat, pergi ke Lampung
n. keterangan waktu: ditunggu
sampai besok pagi, berangkat masih subuh
o. keterangan perlawanan:
meskipun lambat, selesai juga dikerjakannya
catatan: kata-kata yang dicetak
miring berfungsi sebagai keterangan.
5.4 Klausa
Pelengkap
Klausa pelengkap adalah klausa yang terdiri atas nomina, frasa nominal,
adjektiva, atau frase adjektival yang merupakan bagian dari predikat verbal.
Contoh:
a. abangku menjadi pilot
b. kami bermain bola
c. aku dianggap patung
d. persoalan itu dianggap sepi
e. adik menari Bali
f. Paman berdagang kain
g. negara kita berdasarkan Pancasila
Kata-kata yang dicetak miring
berfungsi sebagai pelengkap.
6) Klasifikasi
klausa berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Oscar Rusmaji (116) berpendapat
mengenai beberapa jenis klausa. Menurutnya klausa juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Berdasarkan tatarannya dalam
kalimat, klausa dapat dibedakan atas :
a) Klausa Atasan
Klausa atasan ialah klausa yang tidak menduduki fungsi
sintaksis dari klausa yang lain. Contoh :
Ketika ayah tiba, kami sedang memasak.
Meskipun sedikit, saya tahu tentang hal itu.
b) Klausa Bawahan
Klausa bawahan ialah klausa yang menduduki fungsi
sintaksis atau menjadi unsur dari klausa yang lain. Contoh :
Dia mengira bahwa hari ini akan hujan.
Jika tidak ada rotan, akarpun jadi.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi, Hasan, Soenjono
Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M. Moeliono. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia, (Edisi III,cet. ke-6). Jakarta: Balai
Anonim. 2011. “Berkenalan dengan Sintaksis Bahasa indonesia (Frasa, Klausa dan Kalimat)” dalam http://karyapenyair.blogspot.com/2011/05/berkenalan-dengan-sintaksis-bahasa.html. Diunduh 2 Oktober 2013 pukul 21.35 wib.
Arifin,Zaenal, Juniah H.M.2008. Sintaksis Bahasa Indonesia.Jakarta:
Grasindo.
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
Pustaka.
Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Sukini. 2010. Sintaksis Sebuah Panduan Praktis.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Sintaksis. Bandung:Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 2009.Prinsip-prinsip Dasar Sintaksis.
Bandung:Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar